Stress dan Kesehatan

 1. Stress dan stressor 

A. Stress

Stress secara umum adalah ancaman atau tantangan dari respon fisik, emosional, kognitif dan perilaku. Menurut Coon dan Mitterer (2007) stress adalah ketika tubuh dan psikis seseorang beradaptasi dengan lingkungan sekitar. 

Contoh: saat kita pindah rumah dari lingkungan satu ke lingkungan yang lain, maka kita akan mencoba untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang baru. 

B. Stressor

Kondisi atau faktor penyebab stress dinamakan stressor. Terdapat dua macam stressor: 

1. Distress: ketika situasi yang menyebabkan ketidaksenangan atau membuat tidak nyaman. 

2. Eustress: ketika mendapatkan situasi yang menyenangkan namun tetap memiliki tuntutan atas situasi tersebut.

Contoh: kita mendapat tekanan dari tugas yang begitu banyak. Maka stressornya adalah tugas yang banyak. 

2. Faktor Fisiologis: Stres dan Kesehatan

Saat manusia berada dalam situasi stres, sistem saraf simpatik bereaksi sedemikian rupa sehingga tubuh manusia mengalami respons berupa peningkatan detak jantung, pencernaan melambat atau bahkan berhenti, dan energi disalurkan ke otot untuk menjalankan fungsi yang diperlukan. dalam situasi stres. Setelah situasi stres berakhir, sistem saraf parasimpatis kembali ke fungsi normal tubuh sehari-hari.

Contoh: ketika kita akan presentasi, maka akan tibul rasa khawatir yang akan berakibat pada stress. Sehingga saraf simpatik akan aktif. 

A. Sindrom Adaptasi Umum (The General Adaptation Syndrome)

The general adaptation syndrome adalah rangkaian reaksi fisiologis yang dialami tubuh saat beradaptasi dengan pemicu stres. 

Tahapan ini terdiri dari 3 tahap:

1. Tahapan alarm 

Merupakan tahapan pertama yang dialami ketika tubuh menyadari keberadaan dan bereaksi dengan penyebab stres. Kelenjar adrenal akan melepaskan hormon yang meningkatkan detak jantung, tekanan darah, dan gula darah yang mengakibatkan terjadinya ledakan energi. Di fase ini kemampuan menghadapi stres awalnya menurun akibat aktifnya sistem simpatik, namun kembali meningkat saat tubuh memobilisasi sistem pertahanannya. Dalam tahap ini ini umumnya terjadi reaksi seperti demam, mual, dan sakit kepala.

2. Tahapan resistance 

Tahapan ini merupakan fase dimana tubuh mempertahankan aktivitas simpatis dan terus melepaskan hormon stres untuk melawan pemicu stres, sehingga gejala awal pada tahap alarm mulai berkurang dan kemampuan menghadapi stres jauh lebih tinggi. Fase ini akan berlanjut hingga stresor berakhir atau sampai tubuh kehabisan sumber daya. Saat berada dibawah tekanan seseorang bisa saja mengalami ketidak pekaan terhadap rasa sakit (analgesia). Hal ini disebabkan oleh pelepasan hormon noradrenalin (norepinefrin). 

3. Tahapan exhaustion 

Merupakan fase dimana kemampuan menghadapi stres menurun akibat tubuh kehabisan sumber daya. Kelelahan yang terjadi juga dapat mempengaruhi imunitas tubuh sehingga berakibat terhadap timbulnya penyakit hingga menyebabkan kematian.

B. Dampak Stres Terhadap Sistem Kekebalan Tubuh

Bidang psychoneuroimmunology merupakan bidang yang mempelajari studi mengenai dampak faktor psikologis seperti stres, emosi, pemikiran, dan pembelajaran terhadap sistem kekebalan tubuh. 

Saat menghadapi stres sistem kekebalan tubuh mengaktifkan respon yang relatif sama dimulai dari otak. Perubahan kimiawi yang sama terjadi di otak setelah diperingatkan oleh saraf vagus. Hal ini memungkinkan sistem kekebalan untuk melakukan persiapan sehingga berdampak pada keberhasilan dalam menghadapi stres. Dari sini dapat disimpulkan bahwa stres memberikan dampak positif terhadap sistem kekebalan tubuh. Meskipun stres memiliki dampak positif, jika kondisi ini terjadi secara kronis dan berkelanjutan tubuh akan mengalami kelelahan dan kehabisan sumber daya sehingga gagal melawan efek stres.

C. Psikologi Kesehatan

Bidang psikologi kesehatan merupakan disiplin ilmu yang mempelajari aktivitas fisik, karakteristik psikologis dan hubungan sosial manusia serta pengaruhnya terhadap kesehatan secara keseluruhan. Psikolog yang berspesialisasi dalam bidang ini biasanya merupakan psikolog klinis atau konseling.

D. Faktor Kognitif

Lazarus's cognitive mediational theory of emotions, menyugesti penilaian seseorang terhadap stressors adalah faktor utama dalam menentukan seberapa parah tingkat stress yang dihasilkan oleh stressors. Terdiri atas:

1. Primary appraisal: memperkirakan tingkat keparahan stressors dan mengklasifikasikan ancaman, tantangan, atau kehilangan yang telah terjadi.

2. Secondary appraisal: memperkirakan sumber yang tersedia untuk menanggulangi stressor.

Penilaian kognitif dari dorongan fisiologis untuk sesuatu yang lebih positif.

Contoh: seseorang yang mendapatkan promosi untuk naik jabatan akan merasa lebih bahagia ketimbang stress memikirkan tanggung jawab yang akan ditanggungnya sakin besar. 

E. Faktor Personalitas

Perbedaan personalitas berdampak kepada bagaimana seseorang menilai stressor dan strategi coping yang digunakan dan kemungkinan hasil yang sehat. Terdapat empat tipe personalitas:

1. Tipe A: workaholic, kompetitif, ambisius, tidak suka membuang-buang waktu, mudah diganggu, cenderung memiliki masalah kesehatan seperti, penyakit jantung.

2. Tipe B: lebih easygoing, tidak mudah marah, tidak terlalu kompetitif, cenderung lebih tidak memiliki masalah kesehatan.

3. Tipe C: cenderung menyenangkan dan damai akan tetapi kesulitan untuk mengekspresikan emosi, terutama emosi negatif, diasosiasikan dengan kanker.

4. Tipe H: kepribadian yang keras, terlihat seperti Tipe A, akan tetapi kurang rentan terhadap penyakit jantung, perkembangan stress diakibatkan oleh tiga faktor; yakni komitmen, kontrol, dan memandang stress sebagai tantangan.

F. Faktor Sosial

Secara budaya, stress diakibatkan oleh status atau akulturasi (beradaptasi dengan budaya baru, berbeda, atau dominan) dan metode yang dipilih untuk diadaptasi, terdiri atas beberapa bagian, sebagai berikut:

1. Integration: identitas asli yang dipertahankan, tetapi membentuk hubungan positif dengan anggota budaya yang dominan (stress rendah).

Contoh: tetangga baru di samping rumah baru saja pindah dari Jawa ke Sumatera, dan dia tetap memakai tradisi yang digunakannya selama di Jawa, akan tetapi dia tetap menjalin hubungan baik dengan tetangga-tetangga barunya.

2. Assimilation: individu melepaskan budaya lama dan mengadopsi sepenuhnya budaya mayoritas (stress sedang).

Contoh: seorang anak rantau yang tinggal di kota meninggalkan semua tradisi yang ada di daerahnya dulu dan sepenuhnya memakai budaya daerah rantaunya.

3. Separation: penolakan budaya mayoritas dan identitas aslinya dipertahankan (stress tinggi).

Contoh: seseorang yang berasal dari Padang merantau ke Jakarta, dan tetap berkomunikasi dengan bahasa Minang, bukan dengan bahasa Indonesia.

4. Marginalization: tidak mempertahankan kontak dengan budaya asli atau bergabung pada budaya mayoritas (stress yang sangat tinggi).

Contoh: seseorang yang pindah dari bali ke jakarta. Dilingkungan tempat tinggal banyak yang memakai adat jawa dan sedikit yang memakai adat bali. Maka ia akan cenderung bergabung dan mengikuti adat jawa. 

3. Coping Stress

A. Pengertian

Coping stress adalah usaha atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam menghadapi stress dengan mengatasi atau mengurangi efek dari faktor- faktor yang mengakibatkan stress melewati strategi psikologis dan strategi perilaku.

Contoh: seseorang yanv jika merasa stress ia akan mengalihkan perhatiannya ke hal-hal yang disukainya seperti melukis, menulis, atau membaca. 

B.  Jenis-jenis Coping Stress

Coping dibedakan menjadi 2 kategorisasi berdasarkan bentuk dan fungsinya, yakni sebagai berikut :

1. Problem-focused coping

Coping yang dimaksud berfokus terhadap sumber masalah. Dalam usahanya, individu akan mengurangi stressor dengan memahami sumber masalah dan mengatasi permasalahan tersebut dengan cara yang baru.

Contoh: ketika seseorang mengalami stress karna tugas yang begitu sulit, ia akan memahami sumber stress beruoa tugas yang sulit. Dan meminta bantuan teman yang lebih pandai untuk mengajarinya memecahkan soal tersebut. 

2. Emotional-focused coping

Strategi ini berfokus pada emosi, yakni strategi bagi individu dalam menangani stress dengan melibatkan reaksi atau emosi terhadap stressor.

Contoh: ketika seseorang mengalami stress karna masalah keluarga, ia akan menenangkan diri dan menstabilkan emosinya terlebih dahulu dengan mengunjungi tempat-tempat yang sepi dan damai. 

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Coping Stress

Taylor (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi coping stress antara lain sebagai berikut :

1. Faktor Internal

a. Positive emotional states

yaitu tingkat emosi dalam keadaan positif. Jika memiliki kondisi emosi yang positif, akan tercipta kesehatan mental dan fisik yang baik dalam diri individu.

b. Optimism

yaitu mengatasi permasalahan dengan membantu seseorang agar dapat menggunakan tenaga dan keterampilannya dengan efektif.

c. Psychological control

yaitu kesadaran dalam diri individu bahwa dirinya dapat mengatur tingkah laku untuk memberikan pengaruh bagi lingkungan di sekitarnya.

d. Self esteem

Harga diri yang tinggi mampu menciptakan peningkatan coping dalam diri individu.

2. Faktor Eksternal

a. Dukungan sosial. 

Dukungan sosial mampu memberi pengaruh kepada coping stress. Apabila seseorang tidak mendapat dukungan sosial yang baik maka tingkat coping yang dimiliki akan menurun, sedangkan apabila seseorang menerima dukungan sosial yang baik maka tingkat coping milik individu tersebut juga akan meningkat.

b. Tidak ada faktor yang memicu stress dalam waktu yang bersamaan.





 

Comments

Popular posts from this blog

Pengantar Proses dan Fungsi Mental (Sensasi, Persepsi, Motivasi, Emosi)

Sensasi dan Persepsi

Pengantar Psikologi Umum 1