Learning

 1. Pengertian

Pembelajaran adalah suatu perubahan relatif secara permanen terhadap tingkah laku kita karena latihan atau pengalaman yang dialami sehari-hari. Ketika seseorang mempelajari sesuatu, bagian tertentu di otak mereka berubah, dan merekam apa yang telah dipelajari oleh individu tersebut. Proses ini dikenal sebagai proses relatif permanen.

Contohnya: saat mengikuti ujian pertama di sekolah dasar, budi tidak belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian. Karenanya, budi tidak bisa menjawab soal ujian. Hal ini membuat budi menyadari bahwa saat akan ujian kita perlu bejar dan mempersiapkan diri. Sehingga diujian selanjutnya, budi belajar dan bisa menjawab soal ujian. 

2. Classical Conditioning 

Classical conditioning dikemukakan oleh seorang psikolog kebangsaan Rusia, yaitu Ivan Petrovitch Pavlov. Classical conditioning atau pengkondisian klasik adalah suatu respon yang muncul dari stimulus atau rangsangan primer akibat diasosiasikan dengan stimulus sekunder di mana awalnya stimulus primer tidak memunculkan respon tertentu.

A. Identifikasi Elemen Classical Conditioning pada Eksperimen Classic Pavlov

Dalam eksperimennya Pavlov menggunakan lampu, bel, dan makanan dalam melatih stimulus-respon pada anjing. Awalnya lampu dihidupkan kemudian bel dibunyikan, lalu anjing diberi makan. Eksperimen ini merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur. Hal ini dilakukan berulang kali sehingga saat lampu dihidupkan anjing terlebih dulu tau kalau bel akan dibunyikan dan dia mengeluarkan air liur yang lebih banyak karena tau akan mendapatkan makanan. Bentuk air liur yang dikeluarkan anjing merupakan sebuah reflek alami.

Eksperimen Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat memengaruhi perilaku yang selama ini dianggap sebagai respon reflek yang tidak dapat dikendalikan, seperti pengeluaran air liur.

Dalam kasus Pavlov, makanan merupakan suatu stimulus, yaitu sebagai objek, peristiwa atau pengalaman yang menyebabkan suatu respon dan air liur adalah responnya. Classical conditioning merupakan belajar untuk memperoleh respons yang tidak disengaja, seperti refleks terhadap stimulus selain stimulus asli dan alami yang biasanya menghasilkan respons.

Berdasarkan pemaparan di atas terdapat beberapa elemen dari classical conditioning, sebagai berikut:

a. Uncoditioned Stimulus (UCS) merupakan stimulus yang secara tidak sadar menghasilkan suatu respon. Dalam kasus ini, makanan adalah uncoditioned stimulus.

b. Uncoditioned Response (UCR) ialah respon yang timbul akibat unconditioned stimulus. Respon bersifat tidak dipelajari dan tidak sadar. Dalam penelitian ini, air liur berperan sebagai uncoditioned response.

c. Conditioned Stimulus (CS) adalah suatu stimulus yang apabila diasosiasikan dengan unconditioned stimulus secara terus-menerus akan memicu respon. Dalam kasus Pavlov, bunyi lonceng dan lampu menyala merupakan conditioned stimulus.

d. Conditioned Respose (CR) ialah respon yang timbul akibat conditioned stimulus, akan tetapi tidak sekuat unconditioned response. Pada percobaan Pavlov, respon yang diberikan adalah air liur.

Pavlov dan peneliti lainnya merumuskan beberapa prinsip dasar tentang proses classical conditioning:

1). CS harus terjadi sebelum UCS. Classical conditioning tidak akan terjadi apabila metronom baru dibunyikan setelah memberi makan anjing.

2). CS dan UCS harus datang dengan waktu yang berdekatan. Ketika Pavlovmencoba memperpanjang waktu antara CS dan UCS menjadi beberapa menit,tidak ada asosiasi atau hubungan antara keduanya yang dibuat. Terlalu banyakyang bisa terjadi dalam interval waktu yang lebih lama untuk mengganggupengkondisian.

3). Neutral stimulus harus dipasangkan dengan UCS beberapa kali, agar anjing dapat memberikan respon.

4). CS biasanya merupakan stimulus yang khas atau menonjol dari stimuluslainnya. Metronom, misalnya adalah suara yang biasanya tidak ada dilaboratorium dan hal tersebut yang menjadikannya berbeda.

B. Konsep Dasar Classical Conditioning

Terdapat sistem atau suatu mekanisme yang terjadi dalam proses pengondisiannya. Melalui penelitiannya Pavlov menyimpulkan beberapa konsep utama untuk classical conditioning berupa:

a. Pemerolehan (Acquistion)

Merupakan proses pembelajaran awal dari hubungan antara rangsangan dan respons. Periode di mana anjing belajar mengasosiasikan antara stimulus tak berkondisi (makanan) dengan stimulus berkondisi (bunyi lonceng) secara berulang-ulang sehingga memunculkan respon berkondisi (unconditioned reflex).

b. Penghapusan (Extinction) dan Pemulihan

Suatu hal yang telah terbiasa lama-lama akan hilang (extinct) jika tidak dilakukan kembali. Proses ini disebut penghapusan atau pemunahan (extinction). Akan tetapi, tanggapan yang hilang bisa kembali secara spontan, apabila rangsangan terkondisi diberikan lagi ke organisme, proses ini dinamakan pemulihan spontan. 

Dalam penelitian Pavlov, ia berhenti memberikan makanan kepada anjingnya setelah ia mendapatkan suara metronom, perlahan anjing mulai berhenti mengeluarkan air liurnya. Kemudian Pavlov mengetest anjing tersebut dalam beberapa minggu dengan tidak menghidupkan metronom untuk menghilangkan conditioned learning. Akan tetapi, setelah dibunyikan kembali metronom tersebut, anjing tetap mengeluarkan air liur walau bersifat lemah dan sementara. Hal itu terjadi karena hasil belajar tersebut ditekan oleh kurangnya pemberian stimulus tersebut.

c. Generalisasi

Merupakan kecenderungan untuk merespon stimulus yang mirip dengan conditioned stimulus. 

Seperti pada penelitian Pavlov, anjing akan merespeon suara yang mirip dengan conditioned stimulus yang sebelumnya ia berikan walau responnya lemah.

d. Diskriminasi

Diskriminasi adalah suatu proses belajar yang dilakukan untuk menciptakan satu respons terhadap satu stimulus dan proses membedakan respons atau bukan respons terhadap beberapa stimulus. Hal itu terjadi ketika anjing sudah bisa membedakan stimulus, karena CS asli akan diikuti dengan diberikannya makanan.

e. Kondisi Tingkat Tinggi

Terjadi saat conditioned stimulus dipasangkan dengan neutral stimulus. Dalam penelitiannya, sebelum menyalakan metronom, Pavlov memberikan stimulus berupa jentikkan jarinya. Setelah beberapa saat anjing memberikan respon berupa pengeluaran air liur. Jentikan jari sekarang menjadi stimulus terkondisi lainnya. Tanpa UCS, pengkondisian tingkat tinggi akan sulit dipertahankan dan secara bertahap akan memudar.

C. Penerapan Classical Conditioning dalam Perilaku Manusia

a. Fobia

Fobia merupakan salah satu contoh dari conditioned emotional response(CER). Fobia sendiri adalah ketakutan sebagai respon emosional yang alami,yang berkaitan dengan dengan kelangsungan hidup.

Contohnya: saat seseorang memiliki fobia terhadap lebah. Karna sebelumnya orang tersebut pernah disengat oleh lebah sehingga pengalaman tersebut membekas dan membuatnya takut. Dan setiap kali melihat lebah dia akan merasa takut disengat. Dalam hal ini takut merupakan unconditional response. Dan lebah sebagai conditional response. 

b. Penghindaran rasa terkondisi

Penghindaran rasa terkondisi terjadi pada saat mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan dan berkaitan dengan suatu hal.

Contohnya: seperti seseorang yang memiliki riwayat penyakit asam lambung. Setiap kali dia meminum kopi maka asam lambungnya akan kambuh, sehingga orang tersebut akan menghindari meminum kopi agar asam lambungnya tidak kambuh. 

c. Dependensi narkoba

Yaitu adanya asosiasi terhadap sesuatu yang berkaitan dengan narkoba yang menghasilkan respon yang berasal dari turunan opiat, stimulan, maupun depresan seperti alkohol, terjadi di lingkungan tertentu, dengan orang tertentu, dan bahkan mungkin menggunakan benda-benda tertentu.

Contohnya: rokok yang digunakan sebagai alat hisap oleh orang pecandu narkoba. Hal-hal tersebut dapat menjadi rangsangan terkondisi yang terkait dengan narkoba dan dapat menghasilkan respons "tinggi" yang dikondisikan. Hal tersebut pula menjadikan seseorang sulit untuk menolak penggunaan obat tersebut.

3. Operant Conditioning

A. Kontribusi Thorndike dan Skinner

1. Frustating Cats: Thorndike’s Puzzle Box and the Law of Effect

Thorndike melakukan sebuah penelitian agar dapat menjelaskan tentang learning voluntary responses. Thorndike menggunakan seekor kucing sebagai objek penelitiannya. Dalam penelitian tersebut Thorndike meletakkan seekor kucing lapar ke dalam sebuah “kotak teka-teki”, tapi di dalam kotak tersebut hanya ada satu jalan keluar, jalan keluar tersebut akan terbuka ketika tuas yang ada di lantai kotak ditekan. Thorndike memberikan dorongan kepada kucing agar keluar dari kotak dengan meletakkan makanan di luar kotak. Setelah diberikan makanan oleh Thorndike, kucing mulai bergerak di sekitar kotak, kucing mulai melakukan tindakan untuk melarikan diri dari kotak, kucing mendorong dan menggesek dinding, dan akhirnya kucing berhasil mendorong tuas dengan giginya. 

Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa tuas adalah stimulus, dorongan tuas adalah respon, dan konsekuensinya adalah melarikan diri dan makanan.

Pada penelitian yang sudah dilakukan, Thorndike dapat mengembangkan the law of effect. Menurut Thorndike (1911) the law of effect adalah jika sebuah tindakan ketika diikuti konsekuensi yang menyenangkan akan terjadi sebuah tindakan yang berulang. Jika sebuah tindakan diikuti konsekuensi yang tidak menyenangkan tidak akan terjadi sebuah tindakan yang berulang.

Contohnya: ketika seseorang belajar sebelum ujian, dan dia mendapatkan hasil yang memuaskan. Maka orang itu pasti akan terus belajar untuk mendapatkan hasil yang sama atau lebih. 

2. B. F. Skinner: The Behaviorist’s Behaviorist

Skinner menemukan cara untuk menjelaskan semua perilaku sebagai produk pembelajaran. Skinner memberikan sebuah nama khusus untuk learning of voluntary behavior, yaitu operant conditioning. Segala perilaku yang dilakukan oleh manusia dan hewan untuk bergerak di dunia ini. Seseorang untuk mendapatkan sesuatu atau menghindari sesuatu mereka akan melakukan sebuah tindakan sukarela. Dampak yang ditimbulkan pada perilaku adalah inti dari operant conditioning. 

Dalam Classical conditioning mempelajari perilaku yang tidak sengaja sangat bergantung apa yang timbul sebelum respon, stimulus tak terkondisi dan stimulus terkondisi merupakan rangsangan antesenden. Dalam operan conditioning mempelajari perilaku yang bergantung pada apa yang terjadi setelah respon.

B. Konsep Reinforcement

Membedakan Primary Reinforcers dan Secondary Reinforcers serta Positive Reinforcement dan Negative Reinforcement

Skinner menyatakan bahwa penguatan adalah segala sesuatu yang mengikuti respon akan mengakibatkan respon lebih mungkin terjadi lagi. Penguatan memiliki hubungan dengan konsekuensi yang menyenangkan sesuai dengan Thorndike’s law of effect. Berdasarkan dengan kotak teka teki Thorndike dapat menjelaskan bahwa keluar dari kotak dan mendapatkan makanan adalah penguatan dari respon dorongan tuas, sehingga kucing selalu mendapatkan penguatan setiap keluar kotak, dikatakan oleh Skinner bahwa kucing belakang segalanya. Dalam operan conditioning, penguatan adalah kunci pembelajaran. 

Skinner juga melakukan sebuah penelitian yang disebut kotak Skinner yang melibatkan seekor tikus yang diletakkan dalam suatu ruangan dan dilatih menekan bar untuk mendapatkan makanan.

1. Primary and Secondary Reinforcers

Semua peristiwa atau benda yang digunakan untuk memperkuat perilaku pasti berbeda. 

Contohnya: ketika seorang ibu memberikan imbalan kepada anaknya yang berusia 5 tahun karna sudah membantu pekerjaan rumah. Si ibu menawarkan ingin uang 5 ribu rupiah atau coklat , anak tersebut kemungkinan besar akan memilih coklat karena anak pada usia tersebut tidak memiliki pemikiran yang nyata tentang uang. 

Uang dan coklat diibaratkan dua jenis reinforcers (penguat dasar) yang merupakan benda atau peristiwa yang memberikan tanggapan dan memperkuatnya.

1). Primary Reinforcers

Primary reinforcers adalah penguat yang memenuhi kebutuhan dasar, seperti coklat yang dapat memenuhi rasa lapar.

Contohnya: segala jenis makanan, cairan, atau sentuhan. Bayi, balita, anak usia prasekolah, dan hewan dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dengan primary reinforcers.

2). Secondary Reinforcers

Secondary reinforcers adalah penguat yang mendapatkan kekuatan dari proses classsical conditioning. 

Contohnya: ketika seseorang memberikan uang sebelum coklat diperoleh, uang sebagai conditional stimulus untuk kesenangan dan permen sebagai unconditional stimulus.

2. The Neural Bases of Learning

Para peneliti mengamati dasar saraf dari classical conditioning dan operant conditioning unuk melihat cara kerja otak dan neuron. Neuron di anterior cingulate cortex yang terletak di lobus frontal di atas bagian depan corpus callosum merupakan bagian penting yang berpengaruh terhadap pembelajaran. Anterior cingulate cortex terhubung ke nucleus accumbens. Nucleus accumbens bagian jalur tersebut dan kedua bagian dari otak tersebut berperan penting dalam menghasilkan dopamin.

Dopamin memiliki peran untuk memperkuat sinyal input dan mengurangi intensitas sinyal di nucleus accumbens, maka dari itu dopamin terlibat dalam proses penguatan.

Contohnya: ketika seseorang bermain game,  ia akan mengabaikan orang yang ada disekitarnya hanya untuk melihat game tersebut, sehingga dapat dijelaskan bahwa game sebagai stimulus tanpa syarat untuk kesenangan dan suara menjadi conditional stimulus menjadi conditional. Namun, ketika otak mendengar suara dan diikuti dengan aktivitas yang bermanfaat maka beberapa bagian otak akan terangsang dan akan terjadi peningkatan aktivitas dopamin yang akan memberikan sinyal perilaku tersebut bermanfaat.

3. Positive and Negative Reinforcement

Cara penggunaan penguat tidak selalu sama. Ada positive reinforcement dan negative reinforcement. 

Positive reinforcement adalah penguat respon yang cara kerjanya dengan melakukan penambahan konsekuensi yang menyenangkan dan meningkatkan kemungkinan respon diulang.

Contohnya: ketika seseorang mendapatkan hadiah setelah melakukan sebuah pekerjaan. 

Kemudian, ada negative reinforcement merupakan kebalikan dari positive reinforcement, yaitu penguat yang cara kerjanya menghilang dari suatu hal yang tidak menyenangkan juga akan meningkatkan kemungkinan respon diulang.

Contohnya: ketika seseorang mengonsumsi obat terlarang mereka akan terus-menerus mengonsumsi obat tersebut agar mendapatkan rasa senang yang mana akan menimbulkan kecanduan.

C. Jadwal Reinforcement: Mengapa One-Armed Bandit sangat mengubah

a. The Partial Reinforcement Effect

Menurut Skinner (1956) the partial reinforcemen effect adalah beberapa respon yang diperkuat, ketika respon benar maka akan lebih tahan terhadap kepunahan dari pada respon yang mendapatkan penguatan terus-menerus.The partial reinforcemen effect dapat diraih dengan jika sesuai dengan jadwal yang berbeda. 

Contohnya: brankas uang yang hanya bisa dibuka pada waktu tertentu saja.

b. Fixed Interval Schedule of Reinforcement

Fixed interval schedule of reinforcement adalah ketika waktu tetap tertentu sudah berlalu penguat akan diterima. Penting untuk setidaknya terdapat satu respon dibuat selama interval waktu tertentu, sehingga fixed interval schedule of reinforcement tidak menghasilkan laju respon yang cepat dan kecepatan juga tidak dianggap penting.

c. Variavle Interval Schedule of Reinforcement

Variable interval schedule of reinforcement adalah penguat yang diterima ketika individu memberikan respon tepat setelah interval waktu yang akan berubah dari satu waktu ke waktu berikutnya. Contohnya, ketika memancing seseorang hanya akan meletakkan pancingan ke air dan menunggu sampai ikan mengambil umpan, jika beruntung.

d. Fixed Ratio Schedule of Reinforcement

Fixed ratio schedule of reinforcement adalah jumlah respon yang dibutuhkan unuk menerima setiap penguna akan selalu sama jumlahnya.

Contohnya: ketika sebuah kedai ayam goreng memberikan vocer setiap kali pembelian kepada pelanggannya. Ketika sudah mendapatkan 10 vocer maka pelanggan akan mendapatkan satu potong ayam gratis. 

e. Variable Ratio Schedule of Reinforcement

Variable ratio schedule of reinforcement adalah penguat yang jumlah responnya akan berubah setiap percobaan. 

Contohnya: tikus harus bisa mendorong palang rata-rata 20 kali untuk mendapatkan penguatan, hal itu berarti hanya perlu mendorong 10 kali sebelum penguat datang, dilain waktu akan diperlukan sekitar 30 kali dorongan atau lebih.

D. Peran Hukuman dalam Operant Conditioning

1. Defining Punishment

Di dunia manusia akan mengalami dua macam konsekuensi, yaitu hal-hal yang mereka sukai dan hal-hal yang tidak mereka sukai. Ada dua cara orang mengalami dua macam konsekuensi, yaitu orang yang mengalami secara langsung dan orang yang tidak mengalami secara langsung.

Contohnya: ketika menghindari amarah seseorang dengan berbohong, kehilangan uang saku, dan lainnya. Hukuman kebalikan dari penguatan, hukuman melemahkan respon dan penguatan memperkuat respon.

Terdapat dua cara di mana hukum dapat terjadi, sebagai berikut:

a. Punishment by application

Punishment by application adalah hukuman yang akan terjadi ketika sesuatu hal yang tidak menyenangkan ditambahkan pada situasi yang diterapkan. Jenis hukum ini disarankan oleh banyak spesialis perkembangan anak.

Contohnya: ketika anak mencuri, maka anak tersebut diberikan hukuman. 

b. Punishment by removal

Punishment by removal adalah hukuman yang sering diberikan dengan penguatan negatif dengan menghilangkan sesuatu hal yang menyenangkan setelah perilaku pelanggar terjadi. 

Contohnya: memberikan denda kepada orang yang menghilangkan uang kas. 

2. Problems with Punishment

Hukuman bisa berhasil dalam mengurangi perilaku, tapi hukuman juga memiliki beberapa kekurangan. Penguatan digunakan untuk memperkuat respon, sedangkan hukuman digunakan unuk melemahkan respon bahkan menghilangkan respon yang sudah bagus. Hukuman juga hanya bisa menghambat perilaku seseorang sementara waktu.

Terdapat beberapa cara yang dapat membuat hukuman lebih efektif dengan melibatkan beberapa aturan sederhana, sebagai berikut :

1. Hukuman harus segera mengikuti perilaku yang dimaksudkan untuk menghukum.

2. Hukuman harus konsisten.

3. Hukuman atas perilaku yang salah harus dipasangkan, jika memungkinkan dengan penguatan atas perilaku yang benar.

Contohnya: seseorang yang dihukum harus benar-benar orang yang melakukan kesalahan dan pantas untuk mendapatkannya. 

E. Aspek Lain Operant Conditioning

Konsep Dicriminant Stimuli, Extinction, Generalization, dan Spontaneous Recovery yang Berkaitan dengan Operant Conditioning

1. Stimulus control : Slow down, it’s the cops

Stimulus diskriminatif adalah stimulus yang memberi organisme isyarat untuk membuat respon mendapatkan penguatan, yang mana isyarat spesifik mengarah pada respon spesifik, dan membedakan isyarat. 

Contohnya: ketika ada mobil pemadam kebakaran dan lampu lalu lintas. 

2. Extinction, generalization, and spontaneous recovery in operant conditioning

Extinction dalam classical conditioning melibatkan penghilangan unconditional stimulus sedangkan dalam operan conditioning melibatkan penghilangan penguatan. Dalam classical conditioning, respon yang dikondisikan dapat digeneralisasi menjadi stimulus yang sama dengan stimulus aslinya. Spontaneous recovery dalam classical conditioning akan tejadi pengulangan respon terkondisi setelah extinction akan berlaku hal yang sama dengan operant responses.

F. Aplikasi Operant Conditioning : Modifikasi Bentuk dan Perilaku

1. Shaping

Shaping adalah penggunaan trik yang lebih kompleks yang terdapat dalam proses operant conditioning dengan langkah yang kecil dan pasti hingga tujuan tercapai.

Contohnya:  anjing polisi yang dilatih agar bisa melacak alat atau orang tertentu. Anjing tersebut akan dilatih dan diberikan trik agar dapat menjadi anjing polisi yang sesuai dengan kriteria. 

2. Behavior Modification

Behavior modification adalah proses mengubah perilaku yang tidak diinginkan dan menciptakan respon yang diinginkan dengan menggunakan prinsip operant conditioning.

Contohnya: melatih anak dengan gangguan tertentu agar dapar merespon dengan normal. 

4. Cognitive Learning Theory

Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, sintesa evaluasi. Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).

Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.

5. Observational Learning

Observational Learning adalah mengamati perilaku yang dilakukan oleh model kemudian dijadikan sebagai bentuk pembelajaran perilaku baru. Walaupun perilaku yang dilakukan oleh model terkadang perilaku yang diinginkan dan terkadang tidak diinginkan.

1. Bandura dan Boneka Bobo

a. Mendeskripsikan Proses Observational Learning 

Anak prasekolah memiliki peran yang penting dalam observational learning yang dilakukan di ruangan yang nantinya akan ada peragaan yang ditampilkan didepan anak, yaitu proses interaksi antara pelaku eksperimen dan model dengan memanfaatkan mainan yang ada di ruang anak.

Contohnya: ketika memperagakan sebuah perilaku yang baik maupun perilaku yang buruk, anak akan cenderung mengikuti dan meniru perilaku yabg telah dilihat sebelumnya. 

2. Empat-lemen Observational Learning 

Observational Learning membutuhkan empat elemen, yaitu :

1. Perhatian, untuk mendapatkan sebuah pembelajaran diperlukannya memperhatikan dengan seksama apa yang sudah dicontohkan oleh model.

2. Memori, dalam proses pembelajaran harus bisa mempertahankan memori untuk mengingat apa yang sudah dicontohkan oleh model.

3. Imitasi, dalam observational learning agar pembelajaran dapat diserap dengan baik perlu meniru apa yang sudah dicontohkan oleh model.

4. Keinginan, agar bisa melakukan semua proses pembelajaran sangat diperlukan keinginan atau moivasi untuk melakukan segala apa yang sudah dicontohkan oleh model.





Comments

Popular posts from this blog

Pengantar Proses dan Fungsi Mental (Sensasi, Persepsi, Motivasi, Emosi)

Sensasi dan Persepsi

Pengantar Psikologi Umum 1