Kognisi
1. Pengertian Kognisi
Kognisi atau berpikir (dari kata Latin yang berarti "mengetahui"), merupakan suatu aktivitas mental yang terjadi di otak ketika seseorang memproses informasi, mengorganisasikannya, memahaminya, dan mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Jenis pemikiran dibagi 2, yaitu sistem 1 yang melibatkan pengambilan keputusan cepat dan menggunakan jalan pintas kognitif, dipandu oleh kemampuan bawaan dan pengalaman pribadi kita. Dan sistem 2,yang relatif lambat, analitis, dan berbasis aturan, lebih bergantung pada pengalaman pendidikan formal kita.
Contoh: jika kita lapar kita akan makan dan jika haus kita akan minum. Kegiatan tersebut tidak membutuhkan pemikiran kritis dan ini diatur oleh sistem 1. Jika kita sedang mendengarkan cerita orang lain, kita perlh menganalisis dan berpikir sebelum memberikan respon dan ini diatur oleh sistem 2.
2. Proses Berpikir
A. Gambar Mental
Gambar mental adalah gambar yang muncul dalam pikiran kita ketika kita sedang berpikir.
Contoh: jika kita mengumpulkan beberapa orang dan bertanya tentang berapa jumlah buku yang ada di rak meja belajar mereka, biasnya orang yang jumlah bukunya lebih sedikit akan menjawab paling cepat. Dan saat sedang berpikir, mereka akan melihat ke atas seolah ada sebuah gambar di hadapan mereka.
B. Konsep dan Prototipe
Konsep adalah ide yang mewakili kelas atau kategori objek, peristiwa, atau aktivitas. Orang menggunakan konsep untuk memikirkan objek atau peristiwa tanpa harus memikirkan semua contoh spesifik dari kategori tersebut.
Contoh: kita tidak perlu berpikir banyak tentang hewan. Jika seseorang meminta kita untuk menyebutkan seekor hewan, kemungkinan besar kita akan mengatakan kucing, anjing, sapi, atau hewan kaki empat lainnya. Kecil kemungkinan kita akan menyebutkan cacing atau ulat. Karna konsep hewan yang tergambar yaitu memiliki kaki empat, berbulu, dll.
C. Strategi Pemecahan Masalah dan Pengbilan Keputusan
Pemecahan masalah terjadi ketika suatu tujuan harus dicapai dengan berpikir dan berperilaku dengan cara tertentu. Pemecahan masalah adalah salah satu aspek pengambilan keputusan, atau mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih di antara beberapa alternatif.
1. Trial and Error (solusi mekanis)
Trial and error mengacu pada mencoba satu demi satu solusi hingga menemukan solusi yang berhasil.
Contoh: jika kita melupakan password ponsel, kita akan mencoba semua kombinasi angka hingga berhasil menemukan password yang benar.
2. Algoritme
Algoritme adalah prosedur langkah demi langkah yang spesifik untuk memecahkan jenis masalah tertentu.
3. Heuristic
Heuristik, atau "aturan praktis", adalah aturan sederhana yang dimaksudkan untuk diterapkan pada banyak situasi. Heuristik adalah tebakan berdasarkan pengalaman sebelumnya yang membantu mempersempit kemungkinan solusi untuk suatu masalah.
Contoh: jika kita ingin melihat berapa kumlah kata psikologi dalam sebuah makalah, kita dapag melihatnya satu persatu secara manual. Tapi itu akan membutuhkan waktu yang lama. Untuk mempersingkat, kita dapat menggunakan control+F pada keyboard.
a. Heuristik Keterwakilan (Representativeness Heuristic)
Menggunakan heuristik lebih cepat daripada menggunakan algoritme dalam banyak kasus, tetapi tidak seperti algoritme, heuristik tidak selalu mengarah pada solusi yang tepat
b. Heuristik Ketersediaan (Availability Heuristic)
heuristik lain yang dapat menghasilkan hasil yang tidak diinginkan adalah heuristik ketersediaan, yang didasarkan pada perkiraan frekuensi atau kemungkinan suatu peristiwa berdasarkan seberapa mudahnya mengingat informasi yang relevan dari ingatan atau betapa mudahnya bagi kita untuk memikirkan contoh terkait.
c. Working Backward
Heuristik berguna yang sering berhasil adalah working backward dari tujuan. Contoh: jika anda ingin mengetahui jalan terpendek menuju kedai kopi baru di kota, anda sudah mengetahui tujuannya, yaitu menemukan kedai kopi tersebut.
4. Insight (Wawasan)
Wawasan adalah ketika solusi untuk suatu masalah muncul secara tiba-tiba dipikiran kita.
D. Masalah dengan Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
Tiga hambatan paling umum untuk keberhasilan pemecahan masalah adalah ketetapan fungsional, mental set, dan bias konfirmasi.
1. Functional Fixedness (Ketetapan Fungsional)
Satu kesulitan pemecahan masalah melibatkan pemikiran tentang objek hanya dalam kaitannya dengan kegunaan khasnya, yang merupakan fenomena yang disebut ketetapan fungsional.
Contoh: ketika kita sibuk mencari pisau untuk memotong sayur, padahal kita bisa menggunakan gunting yang ada di sekitar kita. Atau ketika kita mencari obeng untuk mengencangkan sekrup, padahal di sekitar kita ada kunci, pisau, yang bisa menggantikan obeng.
2. Mental Sets (Set Mental)
Mental sets adalah kecenderungan orang untuk bertahan dengan menggunakan pola pemecahan masalah yang telah berhasil bagi mereka di masa lalu.
3. Confirmations Bias (Bias Konfirmasi)
Bias konformasi adalah kecenderungan untuk mencari bukti yang sesuai dengan keyakinan seseorang sambil mengabaikan bukti yang bertentangan.
Contoh: ketika ada orang lain yang mengatakan kalau restaurant favorit kita menggunakan bahan yang tidak baik untuk mengolah makanannya, kita akan menolak hal tersebut dan mencoba mencari bukti untuk membantahnya.
E. Kreativitas
Terkadang kita tidak perlu memikirkan hal yang rumit untuk memecahkan masalah. Kreativitas terkadang sangat membantu dalam pemecahan masalah. Kreativitas adalah metode memecahkan masalah dengan menggabungkan ide atau perilaku dengan cara baru.
Metode logis pemecahan masalah yang telah dibahas selama ini didasarkan pada jenis pemikiran yang disebut pemikiran konvergen. Dalam pemikiran konvergen, suatu masalah dipandang hanya memiliki satu jawaban, dan semua jalur pemikiran pada akhirnya akan mengarah pada jawaban tunggal tersebut dengan menggunakan pengetahuan dan logika sebelumnya.
Contoh: "apakah pena dan pensil sama?" pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan sederhana. Keduanya memiliki bentuk yang hampir sama dan memiliki fungsi yang sama.
Pemikiran divergen adalah kebalikan dari pemikiran konvergen. Di sini seseorang memulai pada satu titik dan memunculkan banyak ide atau kemungkinan yang berbeda.
Contoh: "apakah pena dan pensil sama?" jawaban konvergen adalah “menulis”. Tetapi jika pertanyaannya begini, “Berapa banyak kegunaan berbeda yang dapat anda pikirkan untuk sebuah pensil?” jawabannya berlipat ganda, “menulis, melubangi, menimbang ekor layang-layang, senjata”.
3. Teori, Pengukuran, Perbedaan Kecerdasan Individu
A. Teori Kecerdasan
1. pearman’s G Factor
Teori ini dikemukakan oleh Charles Spearman, Ia melihat kecerdadan sebagai dua kemampuan yang berbeda. Untuk kecerdasan umum yaitu kemampuan menalar dan memecahkan masalah diberi label faktor g, sedangkan untuk kecerdasan khusus yaitu kemampuan tugas khusus di bidang tertentu seperti musik, bisnis, atau seni diberi label faktor s.
2. Gardner’s Multiple Intelligence
Gardner menetapkan 9 jenis kecerdasan yaitu Verbal/ linguistic, Musikal, Matematika logika, Visual / spasial, Pergerakan, Antarpribadi, Intrapersonal, Naturalis, Eksistensialis.
3. Stenberg’s Triarchic Theory
Robert Sternberg memiliki teori bahwa terdapat 3 jenis kecerdasan:
a. Kecerdasan analitis, yaitu mengacu pada kemampuan untuk memecah masalah menjadi bagian-bagian komponen.
b. Kecerdasan kreatif, yaitu kemampuan untuk menghadapi konsep-konsep baru yang berbeda dan menemukan cara-cara baru untuk mecahkan masalah.
c. Kecerdasan praktis, yaitu kemampuan menggunakan informasi untuk beradaptasi atau bergaul dalam kehidupan.
B. Pengukuran Kecerdasan
1. Binet’s Mental Ability Test
Pada tes yang dilakukan oleh Binet, ia memutuskan bahwa elemen kunci yang akan diuji adalah usia mental anak. Ia merancang tes kecerdasan formal yang akan membantu mengidentifikasi anak-anak yang tidak dapat belajar dengan cepat dan belajar dengan baik seperti orang lain sehingga dapat diberikan pendidikan remedial. Ia dan rekannya yaitu Theodore Simon datang dengan tes yang membedakan antara anak yang belajar cepat dan lambat, tetapi tidak hanya itu, ia juga memberikan tes antara anak-anak dari kelompok usia yang berbeda. Ia memperhatikan bahwa anak yang usia tua lebih cepat qmemberikan jawaban. Sedangkan anak usia muda lebih lambat memberikan jawaban.
2. Stanford-Binet and IQ
Seorang peneliti di Universitas Stanford bernama Lewis Terman mengadopsi metode psikolog Jerman William Stern untuk membandingkan usia mental dan usia kronologis untuk digunakan oleh Binet sebagai tes yang diterjemahkan dan direvisi. Rumus Stern adalah usia mental (MA) dibagi dengan usia kronologis (CA) lalu dikali 100. Skor yang dihasilkan disebut intelligence quotient, atau IQ. Namun metode ini kurang efektif karena jika usia kronologis melewati umur 16 tahun maka tidak efektif karena hanya berlaku untuk anak-anak saja.
3. Wechsler Test
David Wechsler adalah orang pertama yang merancang serangkaian tes untuk kelompok usia tertentu. Ia awalnya tidak puas dengan fakta bahwa tes Stanford-Binet dirancang untuk anak-anak tetapi diberukan untuk orang dewasa, sehingga ia mengembangkan tes IQ khusus untuk orang dewasa. Lalu ia merancang tes khusus untuk anak-anak usia sekolah yang lebih tua dan juga untuk anak-anak prasekolah, serta anak-anak di kelas awal.
C. Perbedaan Kecerdasan Individual
Ada sebagian orang yang disebut jenius dan ada juga sebagian yang dianggap cacat intelektual yang IQ nya jauh di bawah rata-rata pada kurva normal.
1. Disabilitas Intelektual
Dulu keterbelakangan mental atau keterlambatan perkembangan adalah gangguan perkembangan saraf. Memiliki beberapa definisi yaitu, pertama, orang tersebut menunjukkan kekurangan dalam kemampuan mental yang dikaitkan dengan skor IQ dua standar deviasi di bawah rata-rata pada kurva normal. Kedua, perilaku adaptif seseorang tidak sesuai dengan usia orang tersebut.
2. Berbakat
Skala kecerdasan orang berbakat terletak di ujung kurva normal, yaitu diatas IQ 130. Jika IQ seseorang 140-145 disebut sebagai orang yang sangat maju atau biasa disebut dengan jenius.
3. Kecerdasan Emosional
Konsep kecerdasan emosional pertama kali diperkenalkan oleh Salovey dan Mayer (1990) dan kemudian oleh Goleman (1995). Goleman mengusulkan kecerdasan emosional adalah pengaruh yang lebih kuat pada kesuksesan dalam hidup daripada pandangan tradisional tentang kecerdasan. Seseorang yang cerdas secara emosional memiliki kemampuan mengontrol emosi seperti kemarahan, implusif, dan kecemasan. Empati, kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan oleh orang lain, juga merupakan komponen, seperti kesadaran akan emosi diri sendiri, kepekaan, ketekunan bahkan dalam menghadapi frustasi, dan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.
4. Bahasa
A. Tingkat Analisis Bahasa
Bahasa adalah sistem untuk menggabungkan simbol (seperti kata-kata) sehingga pernyataan bermakna dalam jumlah tak terbatas dapat dibuat untuk tujuan berkomunikasi dengan orang lain.
1. Tata Bahasa
Tata bahasa adalah sistem aturan yang mengatur struktur dan penggunaan suatu bahasa. Tata bahasa meliputi fonem (bunyi dasar bahasa), morfologi (studi tentang pembentukan kata), aturan urutan kata yang dikenal sebagai sintaksis, dan pragmatik (ekspektasi sosial praktis dan penggunaan bahasa).
2. Fonem
Fonem adalah satuan dasar bunyi dalam suatu bahasa.
Contoh: Huruf a pada kata car adalah fonem yang sangat berbeda dengan huruf a pada kata day, meskipun huruf alfabetnya sama.
3. Morfem
Morfem adalah satuan makna terkecil dalam suatu bahasa.
Contoh: kata playing terdiri dari dua morfem, play dan ing.
4. Sintaksis
Sintaksis adalah sistem aturan untuk menggabungkan kata dan frasa untuk membentuk kalimat yang benar secara tata bahasa.
5. Pragmatik
Pragmatik bahasa berkaitan dengan aspek praktis komunikasi dengan orang lain, atau "kebaikan" sosial bahasa. Sederhananya, pragmatik melibatkan hal-hal seperti bagaimana bergiliran dalam percakapan, penggunaan gerak tubuh untuk menekankan suatu poin atau menunjukkan kebutuhan akan lebih banyak informasi, dan berbagai cara seseorang berbicara kepada orang yang berbeda.
B. Pengembangan Bahasa
Perkembangan bahasa merupakan tonggak yang sangat penting dalam perkembangan kognitif seorang anak karena bahasa memungkinkan anak untuk berpikir dalam kata-kata bukan sekedar gambaran, bertanya, mengomunikasikan kebutuhan dan keinginannya kepada orang lain, serta membentuk konsep. Perkembangan bahasa di masa kanak-kanak dipengaruhi oleh bahasa yang mereka dengar, gaya berbicara yang dikenal sebagai ucapan yang diarahkan pada anak.
Ada beberapa tahapan perkembangan bahasa yang dialami semua anak, tidak peduli budaya tempat mereka tinggal atau bahasa apa yang akan mereka pelajari untuk berbicara:
a) Cooing: Pada usia sekitar 2 bulan, bayi mulai mengeluarkan bunyi vokal.
b) Mengoceh: Pada usia sekitar 6 bulan, bayi menambahkan bunyi konsonan pada vokal untuk mengeluarkan bunyi mengoceh, yang terkadang hampir terdengar seperti ucapan yang sebenarnya.
c) Pidato satu kata: Di suatu tempat sebelum atau sekitar usia 1 tahun, kebanyakan anak mulai mengucapkan kata-kata yang sebenarnya. Kata-kata ini biasanya merupakan kata benda dan mungkin tampak mewakili keseluruhan frasa makna. Mereka disebut holofrases (seluruh frasa dalam satu kata) karena alasan itu.
Contoh: seorang anak mungkin berkata “Susu!” dan berarti “Saya ingin susu!”.
d) Pidato telegraf: Sekitar satu setengah tahun, balita mulai merangkai kata-kata untuk membentuk kalimat pendek dan sederhana menggunakan kata benda, kata kerja, dan kata sifat.
e) Kalimat utuh: Saat anak-anak melewati tahun-tahun prasekolah, mereka belajar menggunakan istilah tata bahasa dan menambah jumlah kata dalam kalimat mereka, hingga pada usia 6 tahun atau lebih mereka hampir fasih seperti orang dewasa, meskipun jumlah kata yang mereka ketahui masih terbatas jika dibandingkan dengan kosakata orang dewasa.
C. Hubungan Bahasa dengan Pikiran
Beberapa pendapat ahli mengenai hubungan antara bahasa dengan pikiran diantaranya.
1. Teori Jean Piaget
Piaget berteori bahwa konsep mendahului bahasa dan membantu perkembangan bahasa.
Contoh: seorang anak harus memiliki konsep atau skema mental untuk "ibu" sebelum dapat mempelajari kata "ibu".
Piaget juga memperhatikan bahwa anak-anak prasekolah tampaknya menghabiskan banyak waktu untuk berbicara sendiri, bahkan saat bermain dengan anak lain. Setiap anak akan berbicara tentang sesuatu yang sama sekali tidak berhubungan dengan pembicaraan yang lain, dalam proses Piaget disebut monolog kolektif.
2. Teori Lev Vygotsky
Dia berteori bahwa bahasa sebenarnya membantu mengembangkan konsep dan bahasa juga dapat membantu anak belajar mengendalikan perilaku, termasuk perilaku sosial. Bagi Vygotsky, kata tersebut membantu membentuk konsep.
Contoh: Begitu seorang anak mempelajari kata "mama", berbagai elemen "mama", hangat, lembut, makanan, keamanan, dan sebagainya, dapat berkumpul di sekitar kata itu. Vygotsky juga percaya bahwa ucapan "egosentris" anak prasekolah sebenarnya adalah cara anak membentuk pikiran dan mengendalikan tindakan.
Comments
Post a Comment